Cara menghitung besarnya retribusi yang terutang

Latar Belakang penulisan adalah:
a.    Banyaknya PERDA tentang Retribusi tidak memasukkan pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 sebagai dasar untuk menghitung besarannya retribusi yang terutang.
b.    Adanya kerancuan dalam mendefinisikan antara besarnya retribusi yang terutang dengan tarif retribusi.
Tujuan penulisan adalah:
a.    Memberikan gambaran mengenai pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 tentang formula menghitung besarannya retribusi yang terutang.
b.    Memberikan pengertian tentang pentingnya memasukkan pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 dalam penyusun raperda retribusi
c.    Apa implikasi terhadap perda retribusi yang dalam menghitung besarannya retribusi yang terutang tidak memasukan pasal 151 ayat 1 UU 28/2009?
d.    Mangajak pembaca dan peminat retribusi daerah atau pihak-pihak yang punya kepentingan dalam retribusi daerah untuk saling berdiskusi dan berbagi bagaimana mendefinisikan dan pentingnya memasukkan pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 untuk menghitung besarannya retribusi yang terutang dalam penyusun raperda retribusi.
Metode penulisan:
a.    Agar ada konsistensi antara tulisan satu dengan yang lain dalam tema penyusunan perda retribusi, menggunakan satu contoh ilustrasi.
b.    Sebagai ilustrasi penulis menggunakan contoh disuatu pemerintah kabupaten xXx, dinas pariwisata dan kebudayaan, objek retribusi bioskop yang termasuk dalam retribusi jasa usaha, nama bioskop “siniplex 13” (contoh objek retrbusi ini memang tidak sesuai dengan UU 28/2009 tetapi dapat menggabarkan dan ada kemiripan dengan objek retribusi yang ada dalam UU 28/2009)

Bunyi Pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 “Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi”.
Bunyi pasal tersebut kalau diformulakan:    
Besarnya Retribusi yang Terutang dapat diartikan bahwa kata “Retribusi” berlaku untuk semua jenis retribusi, baik restribusi jasa umum, restribusi jasa usaha dan restribusi perizinan tertentu, atau dengan kata lain bahwa untuk menghitung “Besarnya Retribusi yang Terutang” untuk setiap objek retribusi harus menggunakan rumus diatas, yang tidak lain adalah bunyi pasal 151 ayat 1 UU 28/2009.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
Pengertian tersebut bisa diartikan seperti berikut:

SKRD = Besarnya Retribusi Yang Terutang
  
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
Untuk memudahkan memahami hal tersebut diatas, contoh dalam metode penulisan, dimana dinas periwisata kabupaten xXx mempunyai jasa usaha bioskop. Ini adalah contoh tiket masuk dari “BIOSKOP SINIPLEX 13”      
 
Pada saat kita mau nonton dan bayar tiket masuk bioskop tentunya apa yang kita bayar sesuai dengan besarnya rupiah yang tertera/tertulis dalam harga tiket masuk bioskop tersebut.
Bagaimana kita memaknai besaran rupiah yang tertulis dalam harga tiket masuk bioskop tersebut? Mungkin banyak orang akan memaknai bahwa besaran rupiah yang tertulis dalam tiket masuk bioskop tersebut adalah tarif retribusi. Padahal besaran rupiah yang tertulis dalam tiket masuk bioskop tersebut adalah Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD). Disini ada kerancuan mengenai pengertian mengenai tarif retribusi dengan besarnya Retribusi yang terutang.
Mengapa Penting Pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 untuk menghitung besarnya Retribusi yang terutang? Dari contoh diatas tersebut bahwa besarnnya retribusi daerah yang terutang yang sebagai dasar Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dimana cara untuk menghitungnya berdasarkan formula pada pasal 15 ayat 1 UU 28/2009.
Implikasi perda yang tidak memasukkan bunyi pasal 151 ayat 1 UU 28/2009 sebagai formula untuk mengitung besarnnya retribusi daerah yang terutang tentunya akan berpengaruh pada struktur perhitungan besarnnya retribusi daerah yang terutang dan secara otomatis juga berdampak pula pada Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).

Bahan diskusi untuk bersama:
Bagaimana menetapkan SKRD bila di perda tidak memasukan formula seperti pada pasal 151 ayat 1 UU 28/2009?
Dapatkah besaran (nilai Rp) tarif retribusi dijadikan dasar Surat Ketetapan Retribusi Daerah SKRD?

semoga manfaat
Heri Siswanto, ST,MM
081234197180
peminat pengelolaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah/aset daerah serta politik lokal khususnya yang terkait dengan penguatan DPRD.


Tulisan yang Terkait: