Pungutan Retribusi Daerah Bisa Dibatalkan
TEMPO.CO,
Karanganyar -- Pemerintah daerah diminta bijak mematok besaran
retribusi di wilayahnya meski berwenang untuk itu. Jika penerapan
retribusi terlalu tinggi, padahal lapangan tidak mendukung, pemerintah
pusat bisa mencabut aturan tentang retribusi.
"Misalnya, ada daerah yang memberlakukan retribusi tinggi padahal daerahnya belum berkembang," ujar Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Adijanto, kepada Tempo di sela sosialisasi penyerahan pemungutan PBB di Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis, 24 Mei 2012.
Dalam kasus seperti itu, kata Adijanto, pihaknya bisa merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mencabut peraturan daerah yang memayungi suatu retribusi yang bermasalah. “Kalau seperti itu, pasti ada protes dari masyarakat,” katanya.
Adijanto mengatakan tahun ini kementeriannya akan mengadakan survei di kalangan pengusaha untuk mengetahui dampak retribusi tinggi kepada dunia usaha. “Kami akan menggandeng Kadin (Kamar Dagang dan Industri) dan asosiasi yang bernaung di bawahnya,” katanya.
Selebihnya dia menjelaskan pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia punya kewenangan untuk menentukan sendiri besaran retribusi yang diinginkan. Besaran retribusi tersebut kemudian dikukuhkan dengan pembuatan peraturan daerah tentang retribusi. “Pengenaan retribusi tinggi di antaranya memang untuk menggenjot pendapatan daerah,” katanya.
Dia menilai hal itu sebagai kondisi yang wajar karena setiap daerah pasti ingin menggali potensi pendapatan asli daerah semaksimal mungkin. Apalagi pengenaan retribusi tinggi tersebut didukung dengan ekonomi yang terus tumbuh, kesejahteraan masyarakat meningkat, dan sanggup membayar retribusi tinggi.
Selain itu, retribusi tinggi juga menjadi pengendalian terhadap pertumbuhan ekonomi tertentu. Misalnya pengenaan retribusi IMB (izin mendirikan bangunan) yang tinggi, harus dilihat sebagai upaya pemerintah daerah untuk mengerem pertumbuhan bangunan. “Mungkin ada rencana lainnya yang disesuaikan dengan tata ruang wilayah,” katanya.
Namun dia mengakui pengenaan retribusi tinggi tersebut kadang-kadang mendapat keluhan dari para pengusaha. Pengusaha merasa berkeberatan dengan tingginya retribusi yang harus dibayar, sehingga dianggap tidak pro-investasi.
UKKY PRIMARTANTYO
"Misalnya, ada daerah yang memberlakukan retribusi tinggi padahal daerahnya belum berkembang," ujar Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Adijanto, kepada Tempo di sela sosialisasi penyerahan pemungutan PBB di Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis, 24 Mei 2012.
Dalam kasus seperti itu, kata Adijanto, pihaknya bisa merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mencabut peraturan daerah yang memayungi suatu retribusi yang bermasalah. “Kalau seperti itu, pasti ada protes dari masyarakat,” katanya.
Adijanto mengatakan tahun ini kementeriannya akan mengadakan survei di kalangan pengusaha untuk mengetahui dampak retribusi tinggi kepada dunia usaha. “Kami akan menggandeng Kadin (Kamar Dagang dan Industri) dan asosiasi yang bernaung di bawahnya,” katanya.
Selebihnya dia menjelaskan pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia punya kewenangan untuk menentukan sendiri besaran retribusi yang diinginkan. Besaran retribusi tersebut kemudian dikukuhkan dengan pembuatan peraturan daerah tentang retribusi. “Pengenaan retribusi tinggi di antaranya memang untuk menggenjot pendapatan daerah,” katanya.
Dia menilai hal itu sebagai kondisi yang wajar karena setiap daerah pasti ingin menggali potensi pendapatan asli daerah semaksimal mungkin. Apalagi pengenaan retribusi tinggi tersebut didukung dengan ekonomi yang terus tumbuh, kesejahteraan masyarakat meningkat, dan sanggup membayar retribusi tinggi.
Selain itu, retribusi tinggi juga menjadi pengendalian terhadap pertumbuhan ekonomi tertentu. Misalnya pengenaan retribusi IMB (izin mendirikan bangunan) yang tinggi, harus dilihat sebagai upaya pemerintah daerah untuk mengerem pertumbuhan bangunan. “Mungkin ada rencana lainnya yang disesuaikan dengan tata ruang wilayah,” katanya.
Namun dia mengakui pengenaan retribusi tinggi tersebut kadang-kadang mendapat keluhan dari para pengusaha. Pengusaha merasa berkeberatan dengan tingginya retribusi yang harus dibayar, sehingga dianggap tidak pro-investasi.
UKKY PRIMARTANTYO
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/24/087405870/Pungutan-Retribusi-Daerah-Bisa-Dibatalkan