Latar belakang penulisan adalah:
a.
Banyaknya
perbedaan antara daerah satu dengan daerah lain tentang cara mengukur
tingkat penggunaan jasa pada perda tentang retribusi daerah, dimana jenis objek
retribusi sama.
b.
Banyaknya
perda tentang retribusi yang hasil dari pengukuran tingkat penggunaan jasa
tidak bisa dikaitkan (tidak ada korelasi) dalam penghitungan besaran
retribusi daerah yang terutang.
c.
Banyaknya perda tentang retribusi yang hasil dari pengukuran
tingkat penggunaan jasa tidak dikuantitatifkan (ada nilai angkanya).
Tujuan
penulisan
adalah:
a. Memberikan gambaran mengenai tingkat penggunaan jasa
b. Memberikan gambaran bagaimana mengukur tingkat penggunaan jasa
c. Memberikan gambaran bagaimana mengkuantitatifkan tingkat
penggunaan jasa
d. Mangajak pembaca dan peminat retribusi daerah atau pihak-pihak
yang punya kepentingan dalam retribusi daerah untuk saling berdiskusi dan
berbagi bagaimana mendefinisikan dan mengukur tingkat penggunaan jasa
Metode penulisan:
a.
Agar ada konsistensi antara
tulisan sebelumnya, dalam tema penyusunan perda retribusi, menggunakan satu
contoh ilustrasi.
b.
Sebagai ilustrasi penulis
menggunakan contoh disuatu pemerintah kabupaten xXx, dinas pariwisata dan kebudayaan,
objek retribusi bioskop yang termasuk dalam retribusi jasa usaha, nama bioskop
“siniplex 13” (contoh objek retrbusi ini memang tidak sesuai dengan UU 28/2009
tetapi dapat menggabarkan dan ada kemiripan dengan objek retribusi yang ada
dalam UU 28/2009)
Tingkat penggunaan jasa adalah jumlah penggunaan jasa yang
dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila tingkat penggunaan jasa sulit
diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus yang
dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus
mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
jasa tersebut.
Untuk memudahkan dalam memahami tingkat penggunaan
jasa, kita ambil contoh pada penulisan sebelumnya Cara menghitung besarnya retribusiyang terutang, yaitu tiket masuk bioskop seperti pada gambar
berikut:
Sebelum mengukur TPJ, langkah pertama adalah menentukan dasar TPJ.
Dalam menentukan dasar TPJ, kita cari dulu kaitan atau korelasi antara TPJ
dengan objek retribusi. Dari contoh
bioskop “siplex 13”, hal-hal apa saja yang ada korelasi dengan bioskop selain
hari? Bisa jam, nama, umur, jenis
kelamin dan sebagainya. Untuk memudahkan memahami bagaimana menentukan dasar
TPJ selain hari (pada contoh Tiket), lihat ilustrasi dibawah ini:
Tabel diatas adalah contoh-contoh lain dalam menentukan dasar TPJ
untuk Bioskop “siniplex 13”. Dalam contoh tiket masuk bioskop diatas, Tingkat
Penggunaan Jasa (TPJ) didasarkan pada hari Yaitu hari Senin – Kamis dan Jum’at – Minggu. Tetapi dapat
juga didasarkan pada umur yaitu anak dan dewasa atau berdasarkan jenis kelamin
yaitu wanita dan pria atau dapat juga yang lainnya seperti jam dan nama.
Langkah berikutnya adalah mengukur TPJ, pada umumnya untuk
mengukur TPJ tidak ada acuan yang pasti. Dalam mengukur TPJ ada 2 metode, yaitu
dalam bilangan/angka yang biasa disebut dengan indeks/koefisien dan prosentase.
Ada persyaratan dalam mengukur TPJ, yaitu bilangan/ angka maupun prosentase
dalam TPJ tidak boleh minus (-). Untuk memudahkan dalam mengukur TPJ lihat
ilustrasi dibawah ini dengan dasar TPJ hari, umur dan jenis kelamin, untuk
mempersamakan persepsi kita pakai kata indeks dalam mengukur TPJ:
Tabel diatas merupakan contoh dalam mengukur TPJ, sedang nilai
indeks dan prosentase hanyalah sebuah contoh tanpa didasari pendalaman lebih
lanjut. Paling tidak contoh diatas sudah dapat menggambarkan bagaimana cara
mengukur TPJ, bahwa TPJ ada nilainya.
Bahan diskusi untuk bersama:
Bagaimana Besarannya Restribusi yang Terutang (BRU) dapat dihitung
apabila TPJ tidak ada nilainya?
Dapatkah dasar TPJ lebih dari satu?
semoga manfaat
Heri Siswanto, ST,MM
081234197180
peminat pengelolaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah/aset daerah serta politik lokal khususnya yang terkait dengan penguatan DPRD.
peminat pengelolaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah/aset daerah serta politik lokal khususnya yang terkait dengan penguatan DPRD.
Tulisan yang Terkait: